Kubuka mataku dan kulirik jam di handphoneku menunjukan pukul 17.07. Ah, lagi-lagi aku telat, pikirku.
Dengan cepat aku beranjak bangun dan bersiap-siap untuk pergi. Mini
dress rajutan berwarna kuning dengan sendal berwarna serupa serta rambut
yang diikat agak tinggi, begitulah kira-kira style ku sore ini.
Tujuanku adalah pantai. Rumahku memang tidak terlalu jauh dari pantai
yang biasa kukunjungi. Aku hanya melewati jalan setapak yang
menghubungkan rumahku dengan pantai itu. Aku pasti terlambat lagi,
pikirku.
Sesampainya di pantai ku edarkan pandanganku ke semua orang yang lalu
lalang di pantai itu. Dan akhirnya pandanganku terhenti kepada seorang
lelaki dengan gitarnya yang duduk di bawah pohon kelapa sambil memandang
ke arah matahari yang akan menenggelamkan sinarnya.
Perlahan kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Semakin dekat dan
semakin dekat. Seketika itu juga ia menoleh kearahku. Dia menatapku dan
tersenyum.
“Telat lagi ven? Sunsetnya udah lewat tuh”, Katanya.
“Tadi ketiduran”, jawabku singkat.
Lagi lagi dia menatapku. Menatap dengan mata coklatnya yang indah itu.
Mata itulah alasan utamaku menghabiskan setiap soreku disini. Ya mata
itulah yang menghipnotisku. Mata itu yang perlahan-lahan menimbulkan
rasa rindu untuk melihatnya lagi. Mungkin ini yang dikatakan cinta tanpa
alasan.
Yang ia tau alasan utamaku kesini adalah melihat sunset. Ah, padahal itu hanya alasan-alasanku yang selanjutnya.
Jika hari sudah mulai gelap pertemuan itu pun selesai. Begitulah
pertemuanku setiap hari dengannya, selalu begitu. Sudah seperti ritual
wajib untuk kami berdua. Hampir 4 bulan terakhir ini kami selalu
melakukan ritual itu.
Esok harinya aku datang lebih awal dari kemarin. Sekitar pukul 16.36
aku sudah duduk manis menunggu pemilik mata indah itu. Kali ini dia yang
terlambat, kataku di dalam hati sambil sedikit tertawa kecil. Pukul
17.00 dia belum juga muncul. Tidak biasanya, pikirku. Kira-kira setengah
jam kemudian dia datang dengan berlari dan nafasnya yang tidak
beraturan.
“Ah, aku telat” katanya sedikit berteriak sambil melihat ke arah matahari yang menampakkan cahaya kemerah-merahan.
“Darimana? Tumben” kataku penasaran.
“Tadi rencananya mau ngajak temen kesini, awalnya dia mau, tapi tiba-tiba dia bilang gak bisa. Kamu udah lama?”
“Lumayan”
“Maaf ya”
“Iya, santai aja”
Ia pun duduk di sebelahku, memetik gitarnya dan memainkan lagu sendu.
Tidak biasanya dia memainkan lagu seperti ini. Biasanya selalu semangat.
Dan itu, mata itu berbeda. Tidak pernah sebelumnya mata itu terlihat
kosong dan hampa. Ada apa dengannya hari ini? Ah, mungkin hanya
perasaanku saja.
—
Kring.. Kring.. Kring..
Jam wekker ku berbunyi. Biasanya jam itu menunjukan jam mandi soreku.
Sejetika mataku menjadi bulat membesar. Dengan setengah melompat aku
bangun dari tempat tidurku dan langsung mencuci mukaku yang kusut.
Kuambil sweaterku dan langsung menuju pantai.
“Duh, ini sudah sangat sangatlah telat, dia pasti sudah lama berada disana duluan” kataku kesal.
Sampai di pantai langsung ketujukan pandanganku ke arah tempat duduk
kami biasanya. Dia tidak ada. Entah kemana. Mungkin sedang membeli
minuman, kataku mencoba menghibur diri.
Hari mulai gelap, dia tetap tidak ada menampakkan diri. Dapat kupastikan bahwa dia tidak datang sore ini.
Akhir-akhir ini dia tidak seperti pencinta sunset yang aku kenal. Dia
berubah. Pernah suatu hari dia berkata bahwa ia tidak ingin melewati
satu sore pun tanpa melihat matahari terbenam. Tapi hari ini dia
mengingkarinya.
Keesokan harinya aku tidak terlambat, aku sengaja datang lebih awal, dan yang pasti hari ini aku tidak lagi ketiduran.
Sampai di pantai aku langsung memusatkan perhatianku ke bawah pohon
kelapa, ya tempat favorit kami. Tapi aku sedikit binggung karena disana
ada seorang lelaki dan seorang wanita anggun menempati tempat kami
biasanya. Kuberanikan diri untuk berjalan mendekat. Semakin dekat aku
semakin mengenali siapa laki-laki itu.
Ya, dia adalah lelaki pemilik mata indah yang kupuja selama ini. Tak
lama kulihat wanita itu berdiri sambil menarik tangan lelaki itu.
“Sayang, antarin aku pulang yuk, udah sore”
“Tapi mataharinya kan belum terbenam, rugi kalau gak liat”
“Udah ah, kan bisa lain kali”
Kudengar sedikit pembicaraan mereka. Apa? Sayang? Jadi wanita itu
pacarnya? Aku kira hanya aku yang akan selalu menemani setiap sorenya.
Tapi ternyata aku salah. Dia sudah punya pujaannya sendiri, Bahkan jauh
lebih cantik dan jauh lebih feminim dariku.
Aku pun berbalik arah setelah melihat mereka menjauh meninggalkan
pantai. Kusesali semua waktu yang telah kusia-siakan setiap sorenya di 4
bulan terakhir. Tak terasa di jalan mataku meneteskan sedikit demi
sedikit bukti kekecewaan.
Sore-sore selanjutnya tak pernah lagi kulihat lelaki bermata indah
itu. Mungkin ia terlalu sibuk dengan urusannya. Bisa jadi urusan dengan
pacarnya. Mungkin dia juga lupa akan janjinya pada matahari dan janjinya
denganku, ya aku, gadis yang mencintainya lewat keindahan matahari
terbenam.
Cerpen Karangan: Theodora Dayanti IRM